Senin, 11 Oktober 2021

PUISI

 

MEMUISI SEPI

 

“Lockdown”

bagaimana ini

ramai menyepi

jamaah memunfarid

penuh menyedikit

 

“Sosial distancing”

ini bagaimana

rapat merenggang

dekat menjauh

 

“Stay at home”

bagai ini

kembali ke awal

merayap ke dasar

mencercah sepi

masuki hakikat diri

menuju titik sublimasi

 

Rawa Denok, April 2020

PUISI

 

UNTUK INDONESIA


 

Demi bangsa,

kita duduk bersila

bentuk halaqoh ketuk pintu langit

lantukan ayat

lantunkan salawat

lantunkan tasbih

lantunkan tahmid

lantunkan tahlil

“hu…hu…hu…hu…hu…

hu…hu…hu…hu…

gemuruh bumbung angkasa

harap hujan turun ademkan panas negeri

agar tanah kembali gembur

tunas-tunas tumbuh subur”

“hu…hu…hu…hu…hu…

hu…hu…hu…hu…

semoga seruling Nabi Daud kembali mengalun

tenangkan gerak angin

merdu tahan jatuh dedaun”

“hu…hu…hu…hu…hu…

hu…hu…hu…hu…

Semoga Indonesia tetap menjadi baldatun toyyibatun wa robbun gofur”

 

Rawa Denok, 2021

Jumat, 08 Mei 2020

MENULIS APA YA (BAGIAN 2)



Di zaman milinial ini, aktivitas menulis menjadi trend. ‘Enggeh’ ‘atau pun ‘teu nggeh’ setiap hari kita menulis. “Ah, yang benar?” Mari kita ingat-ingat. Saat membalas Chat WA dari teman, kita menulis--selain simbol dan stiker. Saat membuat status, kita menulis. Saat mengungkapkan perasaan, baik di facebook, di twiter, di intagram, kita menulis. Bohong jika Anda bilang,”Saya tidak bisa menulis”. Sebetulnya tidak ada yang tidak bisa menulis, kecuali mereka yang tidak memiliki keinginan untuk menulis.
Anda mungkin berpikir begini,”Contoh yang tadi disebutkan itu kan nulisnya pendek-pendek, tidak seperti menulis cerpen atau artikel atau jenis tulisan yang lainnya.” Betul itu bukan salah. Tak ada salahnya Anda membuat tulisan yang agak panjang. Tak jarang, ketika kita sudah coba memulai menulis, tiba-tiba dihinggapi rasa takut: takut tulisannya jelek, takut gak nyambung, dan seabrek takut lainnya. Jauhkan rasa itu jika Anda akan menulis.
Berikut ini, saya sajikan tips menulis untuk pemula. Boleh dicoba jika berminat. Tetapi ini bukan rumus baku seperti matematika. Jika ada tips yang lain yang lebih pas, silahkan saja.
Awali dengan memotivasi diri untuk mau menulis. Setelah keinginan itu tumbuh. Mulai menulis. Menulis apa? Menulis apa saja yang Anda ketahui dan dekat dengan diri Anda. Jangan dulu terganggu dengan benar-salah ejaan dan tanda baca. Jauhkan dulu pikiran tentang kalimatnya padu atau paduwae, hindari dulu suudzon pada tulisan sendiri bahwa tulisan ini jelek. Jauhkan rasa takut ini, takut itu, dan setumpuk takut lainnya.
Mulai saja menulis, tulisan saja sebisa Anda. Tulis apa yang terpikirkan, apa yang terasakan, apa yang terlihat, apa yang terdengar, apa yang terkecap. Bagaimana memulai untuk menulis kalimat awalnya? Apa pun yang terlitas dalam pikiran, langsung saja dirangkaian menjadi hurup.
Terus saja tulis, setelah dapat beberapa paragraf, apalagi merasa sudah habis idenya. Coba cek baca. Barulah mulai perhatikan hurup dan tanda bacanya, setelah itu perhatikan kalimatnya. Jika ada yang lebih, kurangi.  Jika ada yang kurang, tambahi.
Tak masalah hanya dapat satu paragraf, Jika ide mentok, simpan dulu. Biarkan ide kita mengendap dan mencari tautan dari yang telah dituliskan sampai muncul kembali ide lanjutan.
Jangan percaya tips ini jika Anda belum mencobanya. Jika Anda sudah mencoba, tetapi tulisan Anda masih tidak jadi, itu bukan berarti tipsnya yang keliru apalagi penulisnya, melainkan Anda harus mencoba dan mencoba lagi. Selamat mencoba.
Rawa Denok, 07 Mei 2020
MENULIS APA YA (Bagian 1)



Apa yang harus kutulis? Duh, aku bingung. Walaupun si Facebook selalu mendorongku dengan kalimat seperti ini "Apa yang Anda Pikirkan" itu yang ditulis, tetap saja aku belum juga bisa memulainya. Kubuka dulu beberapa artikel yang sudah dimuat di Mbah Google. Siapa tahu dengan begitu, kutemukan ide. Kubaca beberapa tulisan. Semakin aku membuka dan membacai tulisan itu, bukan ide yang kutemukan, malah kebingungan kian bertambah. Apa ?
Aku mencoba-coba merangkai kata. Belum dapat satu baris, eh, si  HP ku berbunyi. Sontak saja ide yang telah berjam-jam baru kudapatkan itu terpotong. Fokus langsung tertuju pada chat WA yang masuk.
Tiba-tiba saja salah satu wajah guruku muncul. Aku masih ingat beliau pernah memotivasiku dengan ungkapan seperti ini,"Jangan berpikir apa yang harus ditulis, tapi tulislah apa yang sedang dipikir". Aku pikir-pikir, ungkapan itu ada benar juga, tetapi bukan tidak ada salahnya. Mungkin bagi mereka yang sudah terbiasa menulis, mereka dengan mudah menuangkan apa yang sedang dipikirkan menjadi rangkaian kata-kata, tetapi bagi orang seperti aku yang baru pertama belajar menulis, justru semakin bingung jika tidak berpikir dulu. Kadang, sudah berpikir pun masih bingung. Kalau pun kutulis apa yang sedang dipikir, yang ada, tulisanku hanya jadi 'curhat' atau 'corat-coret' atau 'dairy' atau apalah namanya. Ya seperti tulisan sekarang ini. Tetapi guru bilang bahwa untuk bisa membuat tulisan seperti artikel, opini, dan teman-temanya yang sejenis mereka itu, aku harus memilih bahan baku yang pas; mengolahnya dengan tepat agar enak, reyah, mengeyangkan (seperti makanan saja ya); dan menyajikannya secara menarik.
Sepertinya aku belum sanggup menulis yang seperti itu. Tulisan yang ini saja, setelah kubaca ulang dari awal, aku mesem-mesem sendiri. Ternyata ejaan dan tanda bacanya amburadul. Kalimat yang satu dengan kalimat berikutnya asal nyambung. Tetapi, tak apa, anggap saja ini sebagai "Salam Silaturahim"-ku kepada seluruh wajah yang telah mungkin membaca coretan ini.
Sentul, 01 Mei 2020

Minggu, 03 September 2017

SEJARAH RAWA DENOK

 RAWA DENOK YANG HILANG

Rawa Denok adalah salah satu nama kampung yang berada di Keluarahan Rangkapan Jaya Baru Kecamatan Pancoran Mas Kota Depok. Dikaji dari segi etimologi (bahasa), Rawa Denok terdiri dari dua kata yaitu Rawa dan Denok. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Rawa diartikan sebagai tanah yang rendah dan digenangi air dan biasanya banyak terdapat tumbuhan air, sedangkan kata 'denok' bisa berarti elok, cantik, montok atau kata yang biasa dipakai untuk panggilan kepada anak perempuan.

Dalam catatan di FB Legenda Depok Tempo Doeloe yang saya kutip pada Hari Senin, 03 September 2017, pukul 12.30 diceritakan bahwa ada dua legenda tentang terjadinya  nama terjadinya nama Rawa Denok.

"Konon pada jaman dahulu kala disebuah kampung  tinggalah seorang gadis yang cantik jelita penduduk setempat memanggilnya sidenok. Sidenok menjadi rebutan para lelaki tua ataupun muda bàhkan sering terjadi perkelahian ngerebutin sidenok. Akhirnya sidenok mendapat jodoh. Malam pertama sidenok belum sempat tidur dengan suaminya. Paginya sidenok mencuci pakaian kerawa sambil berendam, tiba-tiba sekor ikan lele masuk kekain sidenok dan mematil kemaluan sidenok akhirnya sidenok meninggal dirawa."
"Dalam versi lain diceritakan;Terjadinya nama rawa denok pada saat itu orang kampung biasa setelah musim hujan. Surut beberapa hari kemudian rawa tersebut surut kalau orang kampung bilang mulai asat. Disitulah orang-orang kampung banyak yang mencari ikan.sedang ramai-ramainya mencari ikan, datang rombongan orang kota, kalau sekarang dibilangnya orang Jakarta, pada saat itu ada salah satu cewe cantik ikut mencari ikan beberapa menit kemudian cewe tersebut di patil ikan Lele pada saat itu juga cewe tersebut tidak sadar . Akhirnya cewe tersebut naas alias meninggal Dunia,"
Apakah asal-usul nama Rawa Denok itu benar seperti legenda di tas ataukah ada sejarah lain yang lebih pasti. Itu masih perlu diperlukan penelitian khusus.

Berdasarkan informasi dari masyarakat bahwa Rawa yang dimaksud adalah rawa yang saat ini berada di belakang Perumahan Griya Pasaraya. Hanya saja, kebenaran tentang informasi yang dimaksud pun masih belum dapat dipastikan. Oleh karena itu, perlu adanya penyelidikan khusus tentang sejarah nama Rawa Denok ini agar Rawa tersebut bisa dijadikan salah satu cagar budaya sebagai icon yang sesuai dengan nama wilayah.
 


Rawa Denok, 03 September 2017
Kang Yunu

Selasa, 25 April 2017

AKU, KAU, DAN DIA

aku adalah aku, bukan kau dan bukan dia
kau adalah kau, bukan aku juga bukan dia
dia adalah dia, bukan aku dan bukan kamu

aku tak bisa memaksamu dan memaksanya untuk menjadi sepertiku
kau pun tak perlu memaksaku apalagi memaksanya untuk menjadi sepertimu
dia juga tak memaksaku dan memaksamu untuk menjadi sepertinya


Babakanmadang, 25 April 2017/ 29 Rajab 1438 H

PUISI

  MEMUISI SEPI   “Lockdown” bagaimana ini ramai menyepi jamaah memunfarid penuh menyedikit   “Sosial distancing” ini bagai...